PENDAHULUAN
Data keuangan dan data ekonomi
sangat diperlukan seiring dengan kemajuan perekonomian saat ini. Para pemilik
atau penanam modal sudah menyebar ke segala pelosok daerah dan operasinya sudah
tidak hanya di lingkungan dalam negeri namun sudah meluas hingga ke luar
negeri. Modal yang ditanamkan dalam perusahaan harus mendapatkan pengawasan
atau pengendalian. Oleh karena itu, mereka sangat memerlukan laporan keuangan
yang dapat dipercaya dari perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya.
Bank-bank melakukan pengawasan
dalam pemberian kredit agar uang yang dipinjamkan tersebut selamat dan
menghasilkan bunga yang diharapkan. Sehingga mereka sangat memerlukan laporan
keuangan guna menilai kemampuan ekonomi para nasabah atau calon nasabahnya.
Dalam pasar modal juga sangat diperlukan laporan keuangan bagi perusahaan yang
akan go public. Demikian juga pemerintah memerlukan laporan keuangan wajib
pajak sebagai dasar penentuan pajak agar lebih obyektif. Pihak-pihak lain seperti
calon kreditur, calon investor, serikat buruh, lembaga-lembaga keuangan serta
industri lainnya juga sangat memerlukan laporan keuangan. Oleh karena itu
laporan keuangan yang disajikan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
sehingga para pengambil keputusan yang mendasarkan diri pada laporan keuangan
tersebut tidak tersesat. Hal itulah yang menjadikan peranan akuntan sangat
penting dalam penyajian laporan keuangan.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Profesi Akuntan
Profesi akuntan telah dimulai
sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai
kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang
bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan
keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik
modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola / dimanfaatkan untuk
kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola
modal tadi.
Kalau kegiatan ini belum besar
umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang membuat
pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk
memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban
pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai Auditor.
B. Perkembangan Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan
profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri,
profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun
terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan
fungsi pemeriksaan.
Misalnya di zaman dahulu dikenal
adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja
untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk
menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini
kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat
fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini
adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya
penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun
1900
Sebagaimana pada periode
sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk menemukan
kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena munculnya perkembangan
ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor
produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan
pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer
dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi
dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap
pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan
penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk
adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau
sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan
pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi di Inggris telah
dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan
adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan
yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi (formal).
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul
perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan
kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan
dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan
secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi
pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan
penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga
untuk menentukan kewajaran laporan keuangan.
Pada masa ini yang membutuhkan
jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam
menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan
bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang
menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi
berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase
yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi
menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan
yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang
membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor,
pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti
peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan dalam dunia
usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam
menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS
mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap
perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen
dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia
akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang
dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis,
terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa
sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan
Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan
mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat
besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah,
pemerintah AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan
termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai
kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu
caranya adalah dengan mematuhi kode etik akuntan.
Perkembangan Profesi Akuntan di
Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di
Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial
Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan
beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat
pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah
menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada
kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan
akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
a. Periode I [sebelum tahun
1954]
Pada periode I
telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal
ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan,
dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan
kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan
dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan
jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan
akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak
berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai
akuntan.
Padahal, pengetahuan yang
dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah
dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan
hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan
undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang
lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
b. Periode II [tahun 1954 –
1973]
Setelah adanya
Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata
perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena
perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan
ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang
menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan
kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan
Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan
publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun
1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik
sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri
tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami
perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan
kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah
yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara
periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik
jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode III [tahun 1973 –
1979]
M. Sutojo pada
Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil
penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di
Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar
yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres
Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973.
Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah
lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan
badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik
Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki
perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini,
pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang
handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.
Pada akhir
tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976,
menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan
adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik
meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan
untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan
perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
Menurut Katjep
dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia”
yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa
profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa
catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau
memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Untuk lebih
mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978
dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai
sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi
akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik.
Sophar Lumban Toruan pada tahun
1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang berpraktek terus
meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI
membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:
1) Kesepakatan untuk pemakaian
PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
2) Kepada wajib pajak badan
dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik
sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan
Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
3) Kalau terjadi penyimpangan
etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan
dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang
berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi.
Kesepakatan ini
kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa
laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti
PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang
wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan
publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan
nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah
perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian
bagi akuntan publik dan
masyarakat pemakainya.
d. Periode IV [tahun 1979 –
1983]
Periode ini
merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27
Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan
publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan
publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan
cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.
Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang
diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
e. Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini
dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan
termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul
dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam
kongres ke V tahun 1986.
Setelah
melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi
tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang
pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin
praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta
sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar
persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan
keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen
pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu
dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain
mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan
akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu;
kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi
izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada
individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada
akuntan asing.
Pada tahun 1988
diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan
Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal
yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang
bertujuan:
1) Membantu perkembangan profesi
akuntan publik di Indonesia
2) Memberikan masukan kepada IAI
atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan
dalam program pendidikan
3) Melaksanakan penataran
bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu
diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
4) Mengusahakan agar staf KAP
asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya
melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
5) Memantau laporan berkala
kegiatan tahunan KAP
Sebelum diterbitkan Keputusan
Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan publik
telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan
dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
1) Untuk melakukan emisi efek,
emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh akuntan public / akuntan negara untuk dua tahun buku
terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat”
untuk tahun terakhir.
2) Laporan keuangan emiten untuk
dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia
disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3) Jangka waktu antara laporan
keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek tidak boleh melebihi 180 hari.
(M. Sutojo, 1989: 10)
f. Periode VI [tahun 1990 –
sekarang]
Dalam periode ini
profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia
usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak
kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi.
Namun, keberadaan profesi
akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan
masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi
akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan
kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang
dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan
lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan
Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan
peraturan perpajakan di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal
asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992
profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen
Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson
pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan
yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan
jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi
dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan
akan kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya
perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan
kedua.
Konsekuensi perkembangan
tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
1) Kebutuhan akan upaya
memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas
sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan
keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga
spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup
kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis
yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan
keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson
tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada
dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang
telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan
untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
C. Profesi Akuntansi
Menurut International
Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi
akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang
akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang
bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti
sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan
sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi,
pajak dan konsultan manajemen.
Profesi Akuntan
biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya,
misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Supaya dikatakan profesi ia harus
memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak
yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi
menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang
ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai
pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu
organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh
masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif
komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus
dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu
profesi.
Perkembangan profesi akuntansi
sejalan dengan jenis jasa akuntansi yang diperlukan oleh masyarakat yang makin
lama semakin bertambah kompleksnya. Gelar akuntan adalah gelar profesi
seseorang dengan bobot yang dapat disamakan dengan bidang pekerjaan yang lain.
Misalnya bidang hukum atau bidang teknik. Secara garis besar Akuntan dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Akuntan Publik (Public
Accountants)
Akuntan publik atau juga dikenal
dengan akuntan eksternal adalah akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya
atas dasar pembayaran tertentu. Mereka bekerja bebas dan umumnya mendirikan
suatu kantor akuntan. Yang termasuk dalam kategori akuntan publik adalah
akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) dan dalam prakteknya
sebagai seorang akuntan publik dan mendirikan kantor akuntan, seseorang harus
memperoleh izin dari Departemen Keuangan. Seorang akuntan publik dapat
melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa
konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.
2. Akuntan Intern (Internal
Accountant)
Akuntan intern adalah akuntan
yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut
juga akuntan perusahaan atau akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat
diduduki mulai dari Staf biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau
Direktur Keuangan. Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun
laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada
pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan
pemeriksaan intern.
3. Akuntan Pemerintah
(Government Accountants)
Akuntan pemerintah adalah
akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan
yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan
akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan
tinggi.
Seseorang berhak menyandang
gelar Akuntan bila telah memenuhi syarat antara lain: Pendidikan Sarjana
jurusan Akuntansi dari Fakultas Ekonomi Perguruan Tinggi yang telah diakui
menghasilkan gelar Akuntan atau perguruan tinggi swasta yang berafiliasi ke
salah satu perguruan tinggi yang telah berhak memberikan gelar Akuntan. Selain
itu juga bisa mengikuti Ujian Nasional Akuntansi (UNA) yang diselenggarakan
oleh konsorsium Pendidikan Tinggi Ilmu Ekonomi yang didirikan dengan SK
Mendikbud RI tahun 1976.
D. Organisasi Resmi Profesi
Akuntan Indonesia
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI,
Indonesian Institute of Accountants) adalah organisasi profesi akuntan di
Indonesia. Kantor sekretariatnya terletak di Graha Akuntan, Menteng, Jakarta.
Pada waktu Indonesia merdeka,
hanya ada satu orang akuntan pribumi, yaitu Prof. Dr. Abutari, sedangkan Prof.
Soemardjo lulus pendidikan akuntan di negeri Belanda pada tahun 1956.
Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam negeri adalah Basuki Siddharta,
Hendra Darmawan, Tan Tong Djoe, dan Go Tie Siem, mereka lulus pertengahan tahun
1957. Keempat akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo mengambil prakarsa
mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa Indonesia.
Hari Kamis, 17 Oktober 1957,
kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia (UI) dan
bersepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan
tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada maka diputuskan membentuk
Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi
akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka. Dalam Panitia itu Prof.
Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki Siddharta
sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai
komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6 akuntan lainnya memperoleh
jawaban setuju. Perkumpulan yang akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang
diadakan di aula UI pada pukul 19.30.
Susunan pengurus pertama terdiri
dari:
· Ketua: Prof. Dr. Soemardjo
Tjitrosidojo
· Panitera: Drs. Mr. Go Tie Siem
· Bendahara: Drs. Sie Bing Tat
(Basuki Siddharta)
· Komisaris: Dr. Tan Tong Djoe
· Komisaris: Drs. Oey Kwie Tek
(Hendra Darmawan)
Keenam akuntan lainnya sebagai
pendiri IAI adalah
· Prof. Dr. Abutari
· Tio Po Tjiang
· Tan Eng Oen
· Tang Siu Tjhan
· Liem Kwie Liang
· The Tik Him
Ketika itu, tujuan IAI adalah:
1. Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan
akuntan. 2. Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan.
Sekarang IAI telah mengalami
perkembangan yang sangat luas. Hal ini merupakan perkembangan yang wajar karena
profesi akuntan tidak dapat dipisahkan dari dunia usaha yang mengalami
perkembangan pesat. Salah satu bentuk perkembangan tersebut adalah meluasnya
orientasi kegiatan profesi, tidak lagi semata-mata di bidang pendidikan
akuntansi dan mutu pekerjaan akuntan, tetapi juga upaya-upaya untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan peran dalam perumusan kebijakan publik.
Anggota
individu terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota
kehormatan. Anggota biasa adalah pemegang gelar akuntan atau sebutan akuntan
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan pemegang
sertifikat profesi akuntan yang diakui oleh IAI. Anggota luar biasa adalah
sarjana ekonomi jurusan akuntansi atau yang serupa sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan profesi akuntan. Sedangkan
anggota kehormatan adalah warga negara Indonesia yang telah berjasa bagi
perkembangan profesi akuntan di Indonesia. Pada saat didirikannya, hanya ada 11
akuntan yang menjadi anggota IAI, yaitu para pendirinya. Dari waktu ke waktu
anggota IAI terus bertambah. Para akuntan yang menjadi anggota IAI tersebar
diseluruh Indonesia dan menduduki berbagai posisi strategis baik dilingkungan
pemerintah maupun swasta.
Sebagaimana
keputusan Kongres Luar Biasa IAI pada bulan Mei 2007, selain keanggotaan
perorangan IAI juga memiliki keanggotaan berupa Asosiasi, dan pada saat ini IAI
telah memiliki satu anggota Asosiasi yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI), yang sebelumnya tergabung dalam IAI sebagai Kompartemen Akuntan Publik.
Perusahaan pengguna jasa profesi akuntan sebagai corporate member. IAI juga
membuka keanggotaan selain para akuntan, yaitu para mahasiswa akuntansi yang
tergabung dalam junior member. Kegiatan IAI antara lain:
· Penyusunan Standar Akuntansi
Keuangan
· Penyelenggaraan Ujian
Sertifikasi Akuntan Manajemen (Certified Professional Management Accountant)
· Penyelenggaraan Pendidikan
Profesional Berkelanjutan (PPL)
Pada skala internasional, IAI
aktif dalam keanggotaan International Federation of Accountants (IFAC) sejak
tahun 1997. Di tingkat ASEAN IAI menjadi anggota pendiri ASEAN Federation of
Accountants (AFA). Keaktifan IAI di AFA pada periode 2006-2007 semakin penting
dengan terpilihnya IAI menjadi Presiden dan Sekjen AFA. Selain kerjasama yang
bersifat multilateral, kerjasama yang bersifat bilateral juga telah dijalin
oleh IAI diantaranya dengan Malaysian Institute of Accountants (MIA) dan
Certified Public Accountant (CPA).
PENUTUP
Para pemilik modal menyerahkan
dananya kepada perusahaan untuk dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan usaha
yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Modal
yang ditanamkan tersebut harus mendapatkan pengawasan atau pengendalian.
Sehingga mereka memerlukan laporan keuangan . Peranan akuntan sangat penting
dalam penyajian laporan keuangan agar dapat memberikan informasi yang objekif,
sehingga tidak merugikan pemilik modal.
Menurut Baily, perkembangan
profesi akuntan dibagi ke dalam 4 periode yaitu pra revolusi indusri, masa
revolusi indusri tahun 1900, tahun 1900-1930 dan tahun 1930-sekarang. Di
Indonesia, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi menjadi 2 periode menurut
Olson yaitu periode kolonial dan periode sesudah kemerdekaan. profesi akunatn
berkembang sejalan dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di
Indonesia. Kebutuhan akan jenis jasa akuntansi yang diperlukan oleh masarakat
semakin lama semakin kompleks. Secara garis besar, akuntan dapat digolongkan
menjadi 4 yaitu akuntan public, akunan intern, akuntan pemerinah dan akuntan
pendidik. Sehingga keberadaan profesi akuntan diakui sebagai sebuah profesi
kepercaaan masarakat. Profesi akuntan diharapkan dapat mengatasi keadaan untuk
pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Safri. 1991.
Auditing Kontemporer. Jakarta: Erlangga.
Hartadi, Bambang. 1987. Auditing
”Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan”. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
http://books.google.co.id/
http://dhycana.wordpress.com/2008/11/14/perkembangan-akuntansi-publik/
http://id.wikipedia.org/wiki/IAI
http://id.wikipedia.org/wiki/IAPI
http://warnadunia.com/
http://www.e-dukasi.net/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01.html
https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-PEAK04.pdf